makanan halal dan haram

Mengkonsumsi makanan yang halal adalah keharusan, karena memang demikian perintah syari’at agama. Allah berfirman :

ا أيها الذين ءامنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم

“ Hai orang-orang yang beriman makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu.” [QS.Al Baqarah : 172].
Adapun mengkonsumsi makanan yang haram disamping mendatangkan mudharat dari segi kesehatan, juga menimbulkan mudharat dari segi agama yaitu berupa ancaman siksa, karena hal itu adalah pelanggaran terhadap ketentuan agama islam. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa mengkonsumsi sesuatu yang haram bisa menghalangi terkabulnya do’a.
Rasululullah   صلى الله عليه وسلم bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman serupa dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul.” Allah berfirman yang artinya : “Hai para Rasul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramalah dengan amalan yang baik.” Firman Allah juga yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman makanlah dari apa-apa yang baik yang telah kami rizkikan kepadamu.” Kemudian Beliau menceritakan seorang laki-laki yang telah lama perjalanannya, rambutnya kusut penuh debu, dia mengangkat kedua tangnnya ke langit dan berdo’a : “Ya Rabb, Ya Rabb! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan sesuatu yang haram, bagaimana ia akan dikabulkan doa’anya.” [HR.Muslim, 1015].
A.HUKUM DASAR
Pada dasarnya semua makanan hukumnya adalah halal,kecuali yang diharamkan oleh dalil, Allah berfirman :

هو الذي خلقكم ما في الأرض جميعا

“Dialah yang telah menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk kamu… [QS. Al Baqarah:29].
Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata : “Dalam ayat diatas terdapat dalil bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu halal dan suci karena ayat tersebut konteksnya adalah menyebutkan nikmat.” [Tafsir As Sa’di,  hal 30].
B.SYARAT MAKANAN YANG HALAL
1.Suci, bukan najis atau yang terkena najis. Allah berfirman :

إنما حرم عليكم الميتة و الدم و لحم  الخنزير وما أهل به لغير الله

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan nama selain Allah.” [QS. Al Baqarah:173].
2.Aman, tidak bermudharat baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Allah berfirman :

ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة

“Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kamu kedalam kebinasaan.” [QS. Al Baqarah:195].
3.Tidak memabukkan. Rasulullahصلى الله عليه وسلم  bersabda : “setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” [HR.Muslim,2003].
4.Disembelih dengan penyembelihan yang sesuai dengan syari’at jika makanan itu berupa daging hewan.
C. ASAL-USUL MAKANAN
Dilihat dari segi asal usul makanan dibagi menjadi dua : Makanan Nabati dan Hewani. Yang kedua dibagi menjadi dua : hewan air dan hewan darat. Yang kedua dibagi menjadi empat : Buas, jinak, unggas, serangga.
a.Makanan Nabati : Hukum asalnya adalah Halal, dalilnya adalah surat Al Baqarah :29, dan hadits Salman Al Farisi,  Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda yang artinya : “yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan yang Haram adalah yang diharamkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan yang didiamkan maka itu dimaafkan.” [HHR.At Tirmidzi, 1730, ia berkata : Gharib dan Mauquf lebih shahih].
b.Makanan Hewani :
1. Hewan air : Hukum dasarnya adalah Halal, dalilnya firman Allah yang artinya :

أحل لكم صيد الير…

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut.” [QS. Al Maidah :96].
Juga sabda Rasulullah  صلى الله عليه وسلمyang artinya : “(air laut ) itu suci dan bangkainya halal.” [HR. Abu Daud,83. Dan At Tirmidzi,69, ia berkata Hasan Shahih]. Kecuali buaya karena ia termasuk hewan bertaring dan buas, juga Ular dan Kodok.
Abdurrahman bin Utsman berkata : “Telah datang seorang Thabib kepada Rasulullah meminta izin menjadikan kodok sebagai ramuan obat, maka Rasulullah melarangnya untuk membunuh kodok.” [HR. Abu Daud,3871. Dan An Nasaa’i , 4062 dan dishahihkan oleh Syeikh Al Bani].
2. Hewan darat.
a.Binatang buas. Ibnu Abbas berkata : “Rasulullah melarang memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang bercakar.” [HR.Muslim, 1934]. Berpijak dari hadits ini maka binatang buas yang diharamkan adalah binatang yang bertaring.
b.Binatang jinak. Hukum asalnya adalah halal, dalilnya Allah berfirman :

أحلت لكم يهيمة الأنعام

“Dihalalkan bagimu binatang ternak.” [QS. Al Maidah :1]. Kecuali Keledai, ia diharamkan dalam hadits dari Jabir ia berkata : “Rasulullah melarang pada perang Khaibar untuk makan daging Keledai dan mengizinkan makan daging kuda.” [HR. Bukhari,5524. Dan Muslim, 1941].
c.Unggas. Hukum dasarnya adalah halal. Zahdam Al Jarmi berkata : “Saya pernah datang kepada Abu Musa Al ‘Asy”ari dan Ia sedang makan daging Ayam, lalu Ia berkata : “ mendekat dan makanlah! Karena aku melihat Rasulullah memakannya.” [HR.At Tirmidzi, 1836]. Ia berkata : “hasan. Kecuali burung pemangsa dengan cakar sebagai  senjatanya. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas diatas, juga burung pemakan bangkai seperti gagak, sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya : “Lima Fawaasiq, dibunuh baik dalam wilayah haram, atau diluar wilayah haram, : Gagak, Elang, tikus, kalajengking, dan anjing penggigit.” [HR.Bukhari,1829. Muslim 1198]. Dan hewan yang halal tidak dibunuh melainkan disembelih, karena jka dibunuh maka ia menjadi bangkai.
d.Serangga yang menjijikan haram hukumnya, dalilnya firman Allah :

ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk.” [QS. Al ‘Araf :157]. Dan sesuatu yang buruk dan menjijikan tidak termasuk dalam kategori ath thoyyibat. Allah berfirman :

قل أحل لكم الطيبات

“katakanlah dihalalkan bagi kalian yang baik-baik.” [QS. Al Maidah :4].
Adapun belalang maka ia halal tanpa diragukan, Abdullah bin Abi Aufa berkata : “Kami telah berperang sebanyak tujuh kali peperangan dengan memakan Belalang bersama Rasulullah.” [HR.Bukhari,5495. Dan Muslim, 1952].
Wallahu’alam


Jenis-jenis Makanan dan Minuman Yang Diharamkan
Salah satu kaidah yang masyhur dalam urusan makanan adalah bahwa segala sesuatu hukumnya halal, kecuali yang disebutkan pengharamannya dalam al-Qur’an dan hadits Nabi. Oleh karena itu di sini akan disebutkan jenis-jenis makanan yang haram sebagai disebutkan dalam al-Qur’an dan al-hadits.
1. Bangkai
Yaitu hewan yang mati tanpa melalui proses penyembelihan yang syar’i. Dalil pengharaman bangkai adalah firman Allah dalam surah Al-an ‘Am ayat 145:
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”.
Termasuk kategori bangkai adalah setiap hewan yang mati secara tidak wajar, tanpa disembelih secara syar’i, yakni (a) Hewan yang mati karena tercekik [al-munkhaniqah], (b) Hewan yang mati karena dipukul [al-mauqudzah], (c) Al-Mutaraddiyah, yaitu Hewan yang mati karena terjatuh dari tempat yang tinggi, (d) An-Nathihah, yaitu hewan yang ditanduk oleh hewan lain, lalu mati, dan (e) Hewan yang dimangsa atau diterkam oleh binatang buas. Jika suatu hewan mati karena salah satu dari kelima sebab diatas, maka haram memakannya. Kecuali jika masih hidup dan sempat disembelih, maka ia menjadi halal. Dalil larangan untuk hewan yang mengalami kelima kondisi diatas adalah surah Al-Maidah ayat 3:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.. . “ (Qs:5:3)
Ayat tersebut sekaligus menjadi dalil keharaman jenis makanan yang akan disebutkan selanjutnya.
Faidah (1) Termasuk bangkai adalah bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup. Maksudnya;hewan tersebut tidak disembelih. Tapi hanya dipotong tubuh tertentu saja, paha misalnya. Maka bagian tubuh yang dipotong itu termasuk bangkai dan tidak halal dimakan. Hal ini berdasakan sabda Nabi yang mengatakan bahwa, “Ma Quthi’a minal bahimati wa hiya hayyah fa huwa maytatun, Bagian tubhuh yang terpotong dari hewan yag masih hidup termasuk bangkai”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Faidah (2) Ada dua bangkai yang dikecualikan (tidak haram), yakni ikan (hewan laut) dan belalang. Dasarnya adalah perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, . . “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad). Lalu bagaimana jika kita menemukan ikan atau hewan laut lainnya yang terapung di atas permukaan air? Apakah halal dikonsumsi atau tidak? Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama. Namun yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang mengatakan ke-halal-an nya. Kecuali jika terbukti secara medis bahwa ikan yang terapung itu sudah rusak dan membahayakan kesehatan atau mengeluarkan bau busuk, maka mengindari dan meninggalkannya lebih utama. Karena hal itu lebih selaras dengan kaidah syari’ah yang mengaramkan setiap makanan yang buruk dan menjijikkan.
2. Darah yang mengalir
Tidak halal mengkonsumsi darah yang dialirkan atau ditumpahkan. Ha ini berdasarkan firman Allah pada surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An ‘am ayat 146;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ ….. ۚ
““Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, . . . “ (Terj. Qs:5:3).
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا . . . .
“. . ., kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir. . . “ (Terj. Qs. 6:146)
Adapun darah yang sedikit semisal yang tersisa pada daging sembelihan, maka hal itu dimaafkan. Selain itu dikecualikan pula hati dan limpa, sebagaimana dalam atsar Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Maajah dan Ahmad diatas, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. . . . Dan adapun dua macam darah adalah hati dan limpa “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad).
3. Daging Babi
Berdasarkan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 146:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ ………. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, …” (Terj. Qs. 5:3),
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ ….. ۚ
“,. . kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, daging babi, . . “ (Terj. Qs. 6: 146).
Penyebutan ‘daging’ mencakup seluruh bagian tubuhnya, baik daging, lemak, tulang, rambut, dan sebagainya. “Tidak ada perselisihan diantara ulama tentang haramnya babi; dagingnya, lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya”, demikian penegasan Penulis kitab Shahih Fiqih Sunnah. Ini termasuk dalam kaidah ‘dzikrul ba’dh yuradu bihil kull’, Menyebutkan sebahagian, tapi yang dimaksud adalh keseluruhan. Jadi hanya disebutkan daging, yang dimaksud seluruh bagian tubuh babi. Karena biasanya yang dimakan dari hewan adalah dagingnya.
4. Hewan yang disembelih Tanpa Menyebut nama Allah atau Menyebut Selain Nama Allah
Dasar pengharamannya adalah surah al-maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 121:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ….. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,. . . “ (Terj. Qs:5:3)
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan -hewan-hewan- yang tidak disebut nama Allah saat menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan semacam itu termasuk kefasikan”. (Terj. Qs. 6:121).
Oleh karena itu, tidak dihalakan mengkonsumsi semeblihan orang kafir, orang musyrik, atau orang Majusi. Sebab sembelihan mereka tidak sah karena tidak menyebut nama Allah. Adapun sembelihan Ahli Kitab boleh dimakan, selama tidak diketahui bahwa mereka menyembelih dengan menyebut nama selain Allah. “Dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi kitab itu halal bagimu”, kata Allah dalam surah Al-Maidah ayat 5 (Lih. Terj. Qs.5:5).
Bagaimana dengan daging dan makanan olahan dari daging yang diimpor dari negeri non Muslim?
a. Jika yang diimpor dari negeri non Muslim berupa daging-daging hewan laut, maka halal dimakan. Karena hewan laut boleh dimakan tanpa disembelih, baik ditangkap oleh Muslim maupun non Muslim.
b. Apabila yang diimpor adalah unggas dan daging hewan darat yang halal dimakan, seperti ayam, bebek, sapi, kambing, kelinci, dan sebagainya; maka dilihat negara asalnya. Jika berasal dari negeri yang mayoritas penduduknya menganut paham atheis, beragama majusi, penyembah berhala (paganisme), maka daging-daging dari negeri tersebut tidak halal.
Adapun jika berasal dari negeri-negeri yang penduduknya mayoritas penganut Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab), dihalakan dengan dua syarat: Pertama, Disembelih secara syar’i (sembelihan ahli kitab halal dimakan); Kedua, Tidak diketahui, mereka menyebut selain nama Allah ketika menyembelihnya.
Akan tetapi; Sebagian negara eksportir yang biasa mengekspor ke negeri Muslim melibatkan ummat Islam dalam proses penyembelihan dan disembelih secara syar’i. Oleh karena itu jika ada pengakuan (yang telah dichek kebenarannya) dari negara pengekspor, bahwa hewan tersebut disembelih secara syariat, halal memakannya. Tetapi jika terbukti, dari berbagai temuan dan fakta yang ada, negara-negara tersebut tidak menyembelihnya menurut syari’at Islam, tidak halal dimakan. Adapun sekadar label halal atau tulisan ‘disembelih menurut syari’at Islam” yang tertemepel pada kemasan daging tersebut, maka tidak dapat dijadikan standar.
c. Keju impor yang berasal dari negeri ahli kitab yang memproduksi keju dari lemak hewan yang halal dikonsumsi, maka boleh bagi kaum Muslimin memakannya. Tetapi jika mereka memproduksi keju dari lemak hewan yang haram dimakan seperti Babi, maka keju dari negeri tersebut haram dikonsumsi.
5. Hewan Yang Disembelih Untuk Berhala.
Dasarnya adalah firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ ……… وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ …. ۚ
“Dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”. (Terj. Qs.5:3).
Ini mencakup semua binatang yang disembelih untuk untuk kuburan, sesajen yang dilabuhkan ke laut, tumbal proyek pembangunan jembatan atau jalan, tugu peringatan yang disembah sebagai tanda dan simbol bagi sesembahana selain Allah, atau sebagai perantara kepada Allah. Hewan yang disembelih untuk berhala haram dikonsumsi meskipun disembelih dengan menyebut nama Allah. Jika tidak menyebut nama Allah saat menyembilhnya (misalnya menyebut nama berhala yang kan dituju), maka lebih haram lagi. Karena menggabungkan dua sesab keharaman sekaligus. Sembelihan atas nama selain Allah dan untuk selain Allah. (sym)
Jenis-jenis Makanan dan Minuman Yang Diharamkan
Salah satu kaidah yang masyhur dalam urusan makanan adalah bahwa segala sesuatu hukumnya halal, kecuali yang disebutkan pengharamannya dalam al-Qur’an dan hadits Nabi. Oleh karena itu di sini akan disebutkan jenis-jenis makanan yang haram sebagai disebutkan dalam al-Qur’an dan al-hadits.
1. Bangkai
Yaitu hewan yang mati tanpa melalui proses penyembelihan yang syar’i. Dalil pengharaman bangkai adalah firman Allah dalam surah Al-an ‘Am ayat 145:
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”.
Termasuk kategori bangkai adalah setiap hewan yang mati secara tidak wajar, tanpa disembelih secara syar’i, yakni (a) Hewan yang mati karena tercekik [al-munkhaniqah], (b) Hewan yang mati karena dipukul [al-mauqudzah], (c) Al-Mutaraddiyah, yaitu Hewan yang mati karena terjatuh dari tempat yang tinggi, (d) An-Nathihah, yaitu hewan yang ditanduk oleh hewan lain, lalu mati, dan (e) Hewan yang dimangsa atau diterkam oleh binatang buas. Jika suatu hewan mati karena salah satu dari kelima sebab diatas, maka haram memakannya. Kecuali jika masih hidup dan sempat disembelih, maka ia menjadi halal. Dalil larangan untuk hewan yang mengalami kelima kondisi diatas adalah surah Al-Maidah ayat 3:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.. . “ (Qs:5:3)
Ayat tersebut sekaligus menjadi dalil keharaman jenis makanan yang akan disebutkan selanjutnya.
Faidah (1) Termasuk bangkai adalah bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup. Maksudnya;hewan tersebut tidak disembelih. Tapi hanya dipotong tubuh tertentu saja, paha misalnya. Maka bagian tubuh yang dipotong itu termasuk bangkai dan tidak halal dimakan. Hal ini berdasakan sabda Nabi yang mengatakan bahwa, “Ma Quthi’a minal bahimati wa hiya hayyah fa huwa maytatun, Bagian tubhuh yang terpotong dari hewan yag masih hidup termasuk bangkai”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Faidah (2) Ada dua bangkai yang dikecualikan (tidak haram), yakni ikan (hewan laut) dan belalang. Dasarnya adalah perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, . . “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad). Lalu bagaimana jika kita menemukan ikan atau hewan laut lainnya yang terapung di atas permukaan air? Apakah halal dikonsumsi atau tidak? Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama. Namun yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang mengatakan ke-halal-an nya. Kecuali jika terbukti secara medis bahwa ikan yang terapung itu sudah rusak dan membahayakan kesehatan atau mengeluarkan bau busuk, maka mengindari dan meninggalkannya lebih utama. Karena hal itu lebih selaras dengan kaidah syari’ah yang mengaramkan setiap makanan yang buruk dan menjijikkan.
2. Darah yang mengalir
Tidak halal mengkonsumsi darah yang dialirkan atau ditumpahkan. Ha ini berdasarkan firman Allah pada surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An ‘am ayat 146;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ ….. ۚ
““Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, . . . “ (Terj. Qs:5:3).
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا . . . .
“. . ., kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir. . . “ (Terj. Qs. 6:146)
Adapun darah yang sedikit semisal yang tersisa pada daging sembelihan, maka hal itu dimaafkan. Selain itu dikecualikan pula hati dan limpa, sebagaimana dalam atsar Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Maajah dan Ahmad diatas, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. . . . Dan adapun dua macam darah adalah hati dan limpa “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad).
3. Daging Babi
Berdasarkan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 146:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ ………. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, …” (Terj. Qs. 5:3),
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ ….. ۚ
“,. . kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, daging babi, . . “ (Terj. Qs. 6: 146).
Penyebutan ‘daging’ mencakup seluruh bagian tubuhnya, baik daging, lemak, tulang, rambut, dan sebagainya. “Tidak ada perselisihan diantara ulama tentang haramnya babi; dagingnya, lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya”, demikian penegasan Penulis kitab Shahih Fiqih Sunnah. Ini termasuk dalam kaidah ‘dzikrul ba’dh yuradu bihil kull’, Menyebutkan sebahagian, tapi yang dimaksud adalh keseluruhan. Jadi hanya disebutkan daging, yang dimaksud seluruh bagian tubuh babi. Karena biasanya yang dimakan dari hewan adalah dagingnya.
4. Hewan yang disembelih Tanpa Menyebut nama Allah atau Menyebut Selain Nama Allah
Dasar pengharamannya adalah surah al-maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 121:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ….. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,. . . “ (Terj. Qs:5:3)
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan -hewan-hewan- yang tidak disebut nama Allah saat menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan semacam itu termasuk kefasikan”. (Terj. Qs. 6:121).
Oleh karena itu, tidak dihalakan mengkonsumsi semeblihan orang kafir, orang musyrik, atau orang Majusi. Sebab sembelihan mereka tidak sah karena tidak menyebut nama Allah. Adapun sembelihan Ahli Kitab boleh dimakan, selama tidak diketahui bahwa mereka menyembelih dengan menyebut nama selain Allah. “Dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi kitab itu halal bagimu”, kata Allah dalam surah Al-Maidah ayat 5 (Lih. Terj. Qs.5:5).
Bagaimana dengan daging dan makanan olahan dari daging yang diimpor dari negeri non Muslim?
a. Jika yang diimpor dari negeri non Muslim berupa daging-daging hewan laut, maka halal dimakan. Karena hewan laut boleh dimakan tanpa disembelih, baik ditangkap oleh Muslim maupun non Muslim.
b. Apabila yang diimpor adalah unggas dan daging hewan darat yang halal dimakan, seperti ayam, bebek, sapi, kambing, kelinci, dan sebagainya; maka dilihat negara asalnya. Jika berasal dari negeri yang mayoritas penduduknya menganut paham atheis, beragama majusi, penyembah berhala (paganisme), maka daging-daging dari negeri tersebut tidak halal.
Adapun jika berasal dari negeri-negeri yang penduduknya mayoritas penganut Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab), dihalakan dengan dua syarat: Pertama, Disembelih secara syar’i (sembelihan ahli kitab halal dimakan); Kedua, Tidak diketahui, mereka menyebut selain nama Allah ketika menyembelihnya.
Akan tetapi; Sebagian negara eksportir yang biasa mengekspor ke negeri Muslim melibatkan ummat Islam dalam proses penyembelihan dan disembelih secara syar’i. Oleh karena itu jika ada pengakuan (yang telah dichek kebenarannya) dari negara pengekspor, bahwa hewan tersebut disembelih secara syariat, halal memakannya. Tetapi jika terbukti, dari berbagai temuan dan fakta yang ada, negara-negara tersebut tidak menyembelihnya menurut syari’at Islam, tidak halal dimakan. Adapun sekadar label halal atau tulisan ‘disembelih menurut syari’at Islam” yang tertemepel pada kemasan daging tersebut, maka tidak dapat dijadikan standar.
c. Keju impor yang berasal dari negeri ahli kitab yang memproduksi keju dari lemak hewan yang halal dikonsumsi, maka boleh bagi kaum Muslimin memakannya. Tetapi jika mereka memproduksi keju dari lemak hewan yang haram dimakan seperti Babi, maka keju dari negeri tersebut haram dikonsumsi.
5. Hewan Yang Disembelih Untuk Berhala.
Dasarnya adalah firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ ……… وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ …. ۚ
“Dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”. (Terj. Qs.5:3).
Ini mencakup semua binatang yang disembelih untuk untuk kuburan, sesajen yang dilabuhkan ke laut, tumbal proyek pembangunan jembatan atau jalan, tugu peringatan yang disembah sebagai tanda dan simbol bagi sesembahana selain Allah, atau sebagai perantara kepada Allah. Hewan yang disembelih untuk berhala haram dikonsumsi meskipun disembelih dengan menyebut nama Allah. Jika tidak menyebut nama Allah saat menyembilhnya (misalnya menyebut nama berhala yang kan dituju), maka lebih haram lagi. Karena menggabungkan dua sesab keharaman sekaligus. Sembelihan atas nama selain Allah dan untuk selain Allah. (sym)

Komentar